KEBUTUHAN AKAN AKTA (OTENTIK) UNTUK MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM BADAN USAHA MILIK SWASTA DALAM PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL
Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, telah
mengubah berbagai aspek perilaku bisnis dan perekonomian dunia. Dengan
perkembangan tersebut, maka bidang hukum pun dituntut untuk mampu
mengimbanginya, hukum Indonesia misalnya, dituntut untuk bisa menyelaraskan
diri terhadap fenomena kerja sama internasional, yang tujuannya adalah demi
kemakmuran bersama. Hukum Ekonomi Indonesia juga harus mampu mengantisipasi
pengaruh perkembangan-perkembangan baru, seperti unifikasi global, makin
tipisnya batas-batas antar negara akibat berkembangnya liberalisasi informasi,
dan berbagai tatanan baru lainnya yang kini sedang terus bergerak dalam
perubahan-perubahan.
Perkembangan baru tersebut makin mengaitkan
perekonomian Indonesia dengan perekonomian dunia, sehingga perekonomian
Indonesia tidak dapat menutup diri terhadap pengaruh dan tuntutan globalisasi.
Untuk itu diperlukan berbagai sarana penunjang antara lain tatanan hukum yang
mendorong, menggerakkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di
bidang perekonomian nasional terutama dalam bidang hukum bisnis yang mampu
membantu meningkatkan perekonomi nasional. Bidang hukum bisnis antara lain
barupa transaksi jual beli, kontrak kerja, pendirian perusahaan, ekspor impor
dan lain-lain. Perkembangan tersebut mengakibatkan terjadi persaingan bebas dan
kegiatan bisnis akan meningkat sangat pesat.
Sejalan dengan itu semua, perlu kiranya pemerintah
untuk mengatasi atau mengantisipasinya dengan mengadakan penyempurnaan,
perbaikan maupun pembuatan peraturan yang diperlukan agar tercipta suasana
perekonomian yang kondusif dengan persaingan yang sehat. Untuk mewujutkan hal tersebut, pemerintah
harus menyiapkan, menyediakan sarana dan prasarana yang memadai di berbagai
bidang khususnya perlindungan hukum, penegakan hukum, pemberlakuan hukum,
jaminan kepastian hukum dan yang terutama adalah sumber daya manusia dalam
bidang hukum agar dapat menarik investor asing maupun modal asing ke Indonesia.
Pembangunan
perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hukum
merupakan salah satu sarana yang dibutuhkan oleh semua orang dalam mengisi
kehidupannya terutama pada sistim perekonomian yang memasuki era globalisasi
yaitu Undang-undang, peraturan hukum yang jelas dan mempunyai kepastian hukum
serta tindakan penegak hukum yang tegas dari masing-masing aparatur bidang
penegak hukum. Salah satu penegak hukum dalam bidang keperdataan adalah Notaris
sebagai Pejabat Umum (Openbaar Ambtennar) yang harus profesional karena
mewakili negara dalam menjalankan tugas dan fungsi sosialnya di dalam pembuatan
akta sebagai alat bukti yang berupa “Akta Otentik”.
Fungsi notaris adalah,
dia secara profesional terikat, sejauh kemampuannya, untuk mencegah penyalahgunaan
dari ketentuan hukum dan kesempatan yang
diberikan oleh hukum. Peran notaris harus pro-aktif dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya dengan ketegasan serta dapat menjelaskan secara mendetail,
terperinci dengan wawasan dan pandangan yang luas untuk kebaikan sesama yang
berlandaskan kebenaran karena kedudukan notaris sangat esensial yaitu
ketidakberpihakan dan kemandirian.
Tentang notaris Indonesia diatur didalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Di dalam Pasal 1
Undang- Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004, di jelaskan bahwa
notaris adalah : " pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini ''. Apabila
kita lihat dari ketentuan tersebut diatas, dikatakan bahwa notaris adalah
pejabat umum, artinya orang yang diangkat untuk bertugas menjalankan
jabatan-jabatannya untuk melayani kepentingan umum (publik) dan tidak di bayar
oleh negara.
Notaris
merupakan pejabat yang mempunyai spesialisasi tersendiri, karena ia merupakan
pejabat negara yang melaksanakan tugasnya untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat umum dalam bidang hukum perdata. Tugas pokok dari notaris adalah
membuat akta-akta otentik yang menurut Pasal 1870 Kitab Undang- Undang Hukum
Perdata berfungsi sebagai alat pembuktian yang mutlak. Dalam arti bahwa apa
yang tersebut dalam akta otentik pada pokoknya dianggap benar. Hal ini sangat
penting bagi siapa saja yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu keperluan,
baik untuk pribadi maupun untuk kepentingan usaha.
Pasal 15 UUJN apabila
dikaitkan dengan Pasal 1 UUJN dapat diketahui kewenangan dan tanggung jawab
notaris sebagai pejabat umum, sebagai berikut:
a. Notaris
adalah pejabat umum;
b. Notaris
merupakan pejabat yang berwenang membuat akta otentik;
c. Akta-akta
yang berkaitan dengan pembuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
supaya dinyatakan dalam suatu akta otentik;
d. Adanya
kewajiban atau tanggung jawab dari notaris untuk menjamin kepastian tanggalnya,
menyimpan aktanya, memberikan grosse, salinan dan kutipannya;
e. Terhadap
pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat
lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Dalam berbagai
hubungan bisnis, kegiatan dibidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial dan
lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin
meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai
hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional maupun
global, melalui akta otentik yang
menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan
sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun
sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut
akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis, yang terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi
penyelesaian perkara secara murah dan cepat.
Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan
perlindungan hukum, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang
berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian,
ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, sekaligus
bagi masyarakat secara keseluruhan. Akta otentik yang pada hakekatnya memuat
kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada
notaris, namun notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang
termuat dalam akta notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan
kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi
akta notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses
terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak
penandatangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas
untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta notaris yang akan ditanda tanganinya.
Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh apa yang dinyatakan
dalam akta notaris harus diterima kecuali pihak yang berkepentingan dapat
membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan dihadapan persidangan, artinya
apabila salah satu pihak dalam suatu sengketa atau perkara, mengajukan alat
bukti berupa akta notaris baik untuk menyatakan haknya maupun menuntut haknya
maka Hakim sekalipun harus menerima dan menganggap bahwa apa yang dituliskan
didalam akta itu sungguh-sungguh terjadi, sehingga Hakim itu tidak berhak
memerintahkan penambahan pembuktian lagi, bahkan menurut R. Subekti, akta
otentik itu tidak hanya membuktikan bahwa para pihak sudah menerangkan apa yang
dituliskan dalam akta tetapi juga bahwa apa yang diterangkan tersebut adalah
benar. Kepastian itu timbul karena sifat akta otentik atau akta notaris
yang mempunyai kekuatan pembuktian
secara lahiriyah, formil, dan materiil.
Kekuatan pembuktian lahiriyah ini dimaksudkan kemampuan dari akta itu
sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik. “acta publica probant sese ipsa” apabila
suatu akta kelihatannya dari luar atau lahirnya sebagai akta otentik serta
sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik,
maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, sampai dapat dibuktikan bahwa
akta itu bukan akta otentik. Kekuatan pembuktian formal dimaksudkan bahwa akta
notaris memberikan kepastian atau menjamin kebenaran bahwa apa yang diuraikan
oleh pejabat umum dalam akta itu sebagai yang dilakukan dan disaksikannya
didalam menjalankan jabatannya. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan
kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul atau waktu menghadap, dan
identitas dari para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak yang
menghadap, saksi dan notaris demikian juga tempat dimana akta itu dibuat, serta
membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, dihadapan oleh notaris pada akta
pejabat dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak pada akta pihak.
Sedangkan kekuatan pembuktian materiil dimaksudkan bahwa isi keterangan yang
dimuat dalam akta itu berlaku sebagai yang benar, isinya itu
mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti dengan sah diantara
para pihak dan ahli warisnya serta para penerima hak mereka.
Selaku pejabat pembuat
akta yang berkaitan dengan hukum keperdataan, sesuai dengan kewenangannya yang
diberikan oleh Negara/Pemerintah, yaitu membuat akta otentik sebagai bukti
tertulis yang langsung berhubungan dengan hukum pembuktian merupakan bagian dari
hukum Keperdataan yang berkaitan dengan BW (Burgerlijk Wetbook), tepatnya buku
keempat : tentang pembuktian dan daluwarsa.
Dalam membuat alat
bukti tertulis yang berupa akta otentik, yang dilakukan Notaris adalah
merelatir kehendak dari para pihak/penghadap untuk dinyatakan dalam akta yang
dibuat oleh dan dihadapannya sesuai dengan ketentuan Undang-undang Jabatan
Notaris dan agar kehendak para pihak terlaksana dengan benar. Dengan merelatir
dan melakukan fungsi sebagai penasehat hukum (legal advisor) tersebut bisa
diartikan notaris tidak pasif atau berperan sebagai “Dictaphone” yang hanya
menerima begitu saja apa yang dimita oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam
akta, tetapi juga harus berperan aktif dengan membuat penilaian terhadap isi
dari akta yang dimintakan kepadanya dan tidak perlu ragu untuk menyatakan
keberatan atau menolak jika kepentingan pihak
yang memintanya tidak susuai dengan kelayakan suatu akta otentik maupun
Undang-undang. Notaris dalam menjalankan jabatannya harus bebas dari pengaruh
siapapun termasuk kekuasaan Eksekutif. Bila dipahami betul profesi notaris
dalam menjalankan jabatannya itu sangat berat, terutama dilihat dari tugas,
kewajiban dan tanggung jawabnya. Tugas notaris sangat mulia karena terkandung
dan membawa amanat masyarakat dan negara.
Dalam menghadapi
perkembangan perekonomian yang semakin kompleks, maka setiap badan hukum bisnis
harus memiliki kepastian hukum. Cara untuk memperoleh kepastian hukum yaitu
dokumen-dokumen/ surat-surat yang dibuatnya tersebut, harus dibuat oleh pejabat
yang berwenang. Setiap masyarakat membutuhkan seorang figuur yang
keteranganketerangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tandatangan
serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti yang kuat, seorang ahli yang
tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya, yang tutup mulut dan
membuat surat perjanjian yang dapat melindunginya dihari-hari yang akan datang.
Adapun kewenangan notaris sebagai pejabat umum yang
diberi wewenang berdasarkan Undang-Undang dalam membuat akta otentik pendirian
badan usaha milik swasta, sebagai berikut :
1.
Perseroan
Terbatas (PT)
Salah
satu materi hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional
Indonesia, adalah ketentuan-ketentuan di bidang Perseroan Terbatas, yang dalam
tatanan hukum Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Pengesahan Undang-Undang Nomor 1
tahun 1995 merupakan suatu tindakan pertama keluar dari lingkungan salah satu
kodifikasi, yaitu: Wetboek van Koophandel yang lazim dikenal dengan
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Ketentuan
tentang Perseroan Terbatas yang diatur dalam KUHD, sudah tidak lagi dapat
mengikuti dan memenuhi kebutuhan perkembangan perekonomian dunia usaha yang
sangat pesat. Bahkan dalam perkembangannya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, dewasa ini, telah membahas pula Rancangan
Perubahannya di lembaga legislatif.
Dalam
perkembangannya kemudian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas, telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, mengingat pengembangan perekonomian nasional yang
diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Perseroan
Terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum, di mana badan hukum ini
disebut dengan “perseroan”. Istilah perseroan pada perseroan terbatas, menunjuk
pada cara penentuan modal pada badan hukum itu, yang terdiri dari sero-sero
atau saham-saham, sedangkan istilah terbatas menunjuk pada batas tanggungjawab
para persero atau pemegang saham, yaitu hanya terbatas pada jumlah nilai
nominal dari semua saham-saham yang dimiliki.
Berdasar
pada hal tersebut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Pasal 7 menyatakan bahwa pendirian Perseroan Terbatas harus dilakukan dalam
bentuk akta otentik yang dibuat oleh notaris. Selanjutnya dalam Pasal 8 ayat
(1), (2) dan (3) menyatakan akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan
lain berkaitan dengan pendirian Perseroan. Keterangan lain sebagaimana dimaksud
diatas memuat sekurang-kurangnya:
a.
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir,
pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama,
tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri
mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;
b.
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir,
pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris
yang pertama kali diangkat;
c.
nama pemegang saham yang telah mengambil
bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah
ditempatkan dan disetor.
Dengan
akta otentik yang dibuat oleh Notaris selaku pejabat umum yang berwenang
membuat akta otentik, maka kepastian hukum badan usaha perseroan terbatas (PT)
dapat terjamin, karena akta otentik yang berisi kebenaran formal dari para
pihak akan mempunyai kekuatan pembuktian lahiriyah, formal dan materil.
2.
Comanditer
Venotschaap
(CV)
Persekutuan
Komanditer (commanditaire
vennootschap
atau CV) adalah suatu persekutuan yang didirikan oleh seorang atau
beberapa orang yang mempercayakan uang atau barang kepada seorang atau
beberapa orang yang menjalankan perusahaan dan bertindak sebagai pemimpin.
Dari pengertian di atas, sekutu
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
·
Sekutu
aktif atau sekutu Komplementer, adalah sekutu yang menjalankan perusahaan dan
berhak melakukan perjanjian dengan pihak ketiga. Artinya, semua kebijakan
perusahaan dijalankan oleh sekutu aktif. Sekutu aktif sering juga disebut
sebagai persero kuasa atau persero pengurus.
·
Sekutu
Pasif atau sekutu Komanditer, adalah sekutu yang hanya menyertakan modal dalam
persekutuan. Jika perusahaan menderita rugi, mereka hanya bertanggung jawab
sebatas modal yang disertakan dan begitu juga apabila untung, uang mereka
memperoleh terbatas tergantung modal yang mereka berikan. Status Sekutu
Komanditer dapat disamakan dengan seorang yang menitipkan modal pada suatu
perusahaan, yang hanya menantikan hasil keuntungan dari inbreng yang dimasukan
itu, dan tidak ikut campur dalam kepengurusan, pengusahaan, maupun kegiatan usaha
perusahaan. Sekutu ini sering juga disebut sebagai persero diam.
Persekutuan komanditer biasanya
didirikan dengan akta
dan harus didaftarkan. Namun persekutuan ini bukan merupakan badan hukum (sama
dengan firma), sehingga tidak memiliki kekayaan sendiri.
Dalam
KUH Dagang tidak ada aturan tentang pendirian, pendaftaran, maupun pengumumannya,
sehingga persekutuan komanditer dapat diadakan berdasarkan perjanjian dengan
lisan atau sepakat para pihak saja (Pasal 22 KUH Dagang). Dalam praktik di
Indonesia untuk mendirikan persekutuan komanditer dengan dibuatkan akta
pendirian/berdasarkan akta notaris, didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri yang berwenang dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI. Dengan
kata lain prosedur pendiriannya sama dengan prosedur mendirikan persekutuan
firma.
3.
Koperasi
Pasal
33 ayat (1) Amandemen Undang – Undang Dasar 1945 menyebutkan Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam Pasal 33
tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua
dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah Koperasi.
Dengan
memperhatikan kedudukan Koperasi seperti tersebut di atas maka peran Koperasi
sangatlah penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat
serta mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang mempunyai cirri demokratis,
kebersamaan, kekeluargaan dan keterbukaan.
Berdasarkan
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, Koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Dalam
melaksanakan kegiatannya Koperasi berdasarkan prinsip Koperasi yang merupakan
esensi dari dasar kerja Koperasi sebagai badan usaha dan merupakan cirri khas
dan jati diri Koperasi yang membedakannya dari badan usaha lain. Koperasi dalam
melaksanakan kegiatannya berlandaskan pada prinsp-prinsip Koperasi sebagai
berikut :
1.
Keanggotaan bersifat sukarela dan
terbuka, sifat sukarela dalam keanggotaan Koperasi mengandung makna bahwa
menjadi anggota Koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun. Sifat
kesukarelaan juga mengandung makna bahwa seorang anggota dapat mengundurkan
diri dari Koperasinya sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar
Koperasi. Sedangkan sifat terbuka memiliki arti bahwa dalam keanggotaan tidak
dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun.
2.
Pengendalian oleh anggota-anggota secara
demokratis, mengandung makna menunjukkan bahwa pengelolaan dilakukan demokratis
oleh anggota dan anggota secara aktif berpartisipasi dalam menetapkan kebijakan
dan keputusan Koperasi.
3.
Partisipasi ekonomi anggota, mengandung
makna anggota menyumbang secara adil terhadap modal Koperasi dan mengendalikan
secara demokratis.
4.
Otonomi dan kemandirian, mengandung
makna Koperasi secarta mandiri membangun dan dikendalikan oleh
anggota-anggotanya.
5.
Pendidikan dan pelatihan, mengandung
makna Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan latihan bagi anggota, pengurus,
manajer dan karyawan, sehingga mereka dapat memberikan sumbangan yang efektif bagi
perkembangan Koperasi.
6.
Kerjasama diantara Koperasi, mengandung
makna Koperasi mampu memberikan pelayanan secara efektif kepada anggotanya dan
memperkuat Koperasi dengan bekerjasama melalui struktur-struktur lokal,
regional, nasional dan internasional.
7.
Kepedulian terhadap komunitas,
mengandung makna Koperasi bekerja bagi pembangunan yang berkesinambungan dari
komunitas-komunitas mereka melalui kebijakan yang disetujui anggota-anggotanya.
Dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan hukum dalam bidang perkoperasian, khususnya yang
berkaitan dengan proses, prosedur dan tata cara pendirian, perubahan anggaran
dasar dan akta-akta lain yang terkait dengan kegiatan Koperasi diperlukan
adanya upaya untuk menjamin kepastian hukum terhadap akta-akta perkoperasian
melalui penggunaan akta otentik. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan
terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan
masyarakat.
Melalui akta otentik
menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan
sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Atas dasar
kenyataan tersebut untuk kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibidang
perkoperasian, maka Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Nomor 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang
Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi. Pasal 3 ayat (1) Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
98/KEP/M.KUKM/IX/2004, Notaris diberi tugas pokok untuk membuat akta otentik
sebagai bukti telah dilakukannya suatu perbuatan hukum tertentu dalam proses
pendirian, perubahan anggaran dasar serta akta-akta lainnya yang terkait dengan
kegiatan Koperasi yang kemudian untuk dimohonkan pengesahannya kepada pejabat
yang berwenang. Dengan demikian dalam pendirian Koperasi, Notaris berperan
untuk membuatkan akta pendirian bagi orang – orang yang mendirikan Koperasi
setelah diadakan terlebih dahulu pembentukan Koperasi oleh para pendiri
Koperasi. Untuk itu Notaris dituntut untuk mengerti dan memahami Koperasi. Salah satu syarat untuk diangkat menjadi
Pejabat Pembuat Akta Koperasi Notaris harus mengikuti pembekalan dibidang
perkoperasian yang diadakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM .
Menurut Pasal 3 ayat
(2) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
98/KEP/M.KUKM/IX/2004, Notaris mempunyai tugas pokok meliputi pembuatan : akta
pendirian Koperasi, akta perubahan anggaran dasar Koperasi dan akta-akta lain
yang terkait dengan kegiatan Koperasi . Dengan demikian dapat memberikan
perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat yang membentuk Koperasi.
4.
Yayasan
Yayasan (foundation)
adalah suatu badan hukum
yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial,
keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal
yang ditentukan dalam undang-undang. Di Indonesia, yayasan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan.
Dalam
Pasal 9 Undang-undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2001 tentang Yayasan menyatakan, Yayasan didirikan oleh satu
orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai
kekayaan awal. Pendirian Yayasan dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam
bahasa Indonesia. Dalam hal Yayasan didirikan
berdasarkan surat wasiat, pendirian Yayasan dilakukan dengan akta, notaris oleh
penerima wasiat yang bertindak mewakili pemberi wasiat. Apabila dianggap perlu,
Menteri dapat meminta pertimbangan instansi terkait yang ruang lingkup tugasnya
meliputi kegiatan Yayasan. Biaya pembuatan akta notaris ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hal Yayasan tersebut didirikan oleh orang
asing atau bersama-sama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian
Yayasan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Yayasan
mempunyai organ yang terdiri atas Pembina,
Pengurus, dan Pengawas. Pengelolaan kekayaan dan
pelaksanaan kegiatan yayasan dilakukan sepenuhnya oleh Pengurus. Pengurus wajib
membuat laporan tahunan yang disampaikan kepada Pembina mengenai keadaan
keuangan dan perkembangan kegiatan yayasan. Pengawas bertugas melakukan
pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan
yayasan.
5.
Perkumpulan
Berbadan Hukum
Pengaturan
mengenai badan hukum perkumpulan selama ini sangat sedikit sekali yaitu dalam Staatsblad
1870 No. 64 (“Stb. 1870-64”) dan KUHPerdata (KUHPer) Buku III Bab IX. Untuk
pendiriannya, pada intinya setiap dua orang atau lebih dapat mendirikan suatu
perkumpulan. Suatu perkumpulan yang ingin bertindak atas namanya sendiri maka
perkumpulan tersebut harus menjadi badan hukum.
Untuk
perkumpulan yang memiliki badan hukum, dasar hukumnya dapat merujuk pada:
1.
Staatsblad 1870-64, yaitu perkumpulan
menjadi badan hukum setelah mendapat pengesahan dari penguasa. Pengesahan itu
dilakukan dengan menyetujui anggaran dasar perkumpulan yang berisi tujuan,
dasar-dasar, lingkungan kerja dan ketentuan lain mengenai perkumpulan tersebut.
2.
Staatsblad 1939 No. 570 mengenai
Perkumpulan Indonesia (Inlandsche Vereniging) ("Stb.
1939-570") yang pada awalnya hanya berlaku untuk daerah Jawa Madura saja.
Kemudian berdasarkan Staatsblad 1942 No. 13 jo No. 14 ("Stb. 1942-13 jo
14") ketentuan Staatsblad 1939 No. 570 diberlakukan untuk seluruh wilayah
Indonesia. Untuk memperoleh status sebagai badan hukum, Perkumpulan Indonesia
harus mengajukan permohonan terlebih dahulu baik lisan atau tertulis kepada
Ketua Pengadilan Negeri setempat di mana perkumpulan itu berada. Kedudukan
badan hukum diperoleh setelah diadakan pendaftaran penandatanganan anggaran
dasar (pasal 16 Stb. 1942-13 jo 14) dan setelah anggaran dasar memenuhi
prosedur yang disyaratkan dalam pasal 13-14, pasal 16 Stb. 1942-13 jo 14.
Perkumpulan
Indonesia yang sudah berbadan hukum harus didaftarkan dalam suatu register
khusus pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Berita Negara
(pasal 18-19 Stb. 1942-13 jo 14). Pengakuan sebagai badan hukum ditolak jika
ternyata tujuannya bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan atau
Undang-Undang (pasal 8 ayat [6] Stb. 1942-13 jo 14).
Jadi,
untuk sebuah perkumpulan menjadi berbadan hukum, harus mendapatkan pengesahan
dari pejabat yang berwenang terlebih dahulu. Pada saat ini, pengesahan
perkumpulan berbadan hukum diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM. Setelah
mendapat pengesahan Menteri Hukum dan HAM, maka dilakukan pengumuman di Berita
Negara Republik Indonesia (BNRI). Untuk prosedur pendirian perkumpulan berbadan
hukum tidak jauh bebeda dengan pendirian yayasan dimana notaris berperan
penting dalam memberikan jaminan kepastian hukum dan kemudian disahkan oleh
Menteri Hukum dan HAM.
Seorang notaris dalam menjalankan jabtannya harus
mengingat, bahwa akta yang dibuat oleh atau dihadapannya adalah Akta Otentik
yang menjadi Dokumen/Arip Negara, dan perjanjian yang dinyatakan di dalamnya
menjadi Undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sesuai dengan ketentuan Pasal
1337 B.W. jo Pasal 1338 B.W yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal
1337 KUH Perdata : “suatu sebab yang
terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan
kesusilaan baik atau ketertiban umum”
Yang
kemudian di pertegas dalam Pasal 1338 KUH Perdata : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang
bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali
selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh
Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik.”
Dua pasal tersebut
dikenal dengan asas kebebasan berkontrak (Pacta Sunt Servanda), apabila akta
dibuat dibawah tangan maka kekuatan pembuktiannya bergantung pada pengakuan
atas kebenaran dari tanda tangan para pihak yang dibubuhkan dalam akta yang
bersangkutan. Akan tetapi jika secara notariil akta artinya dibuat oleh dan
dihadapan pejabat yang berwenang (notaris) maka akta tersebut merupakan akta
otentik yang kebenarannya tidak perlu diragukan lagi, yang meliputi kebenaran
lahiriah, kebenaran formil dan kebenaran materil, dan bahkan grosse akta yang
berisi pengakuan hutang mempunyai kekuatan Eksekutorial. Kekuatan eksekutorial,
artinya mempunyai kekuatan hukum untuk dilaksanakan/dieksekusi seperti halnya
keputusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap/pasti (in kracht van
gewijsde).
Melihat kewenangan yang
ada pada Notaris tersebut maka Notaris juga merupakan salah satu jabatan aparatur
Negara yang mempunyai wewenang berdasarkan undang-undang dalam memberikan
jaminan kepastian hukum berupa akta otentik kepada para pihak yang
membutuhkannya dalam menjalankan usaha bidang bisnis yang mampu membantu
peningkatan perkembangan perekonomian nasional dan yang menunjang investasi di
negara Indonesia dengan menarik minat investor dari dalam maupun luar negeri,
selaku pejabat yang berwenang membuat akta atau alat bukti otentik dibidang
hukum keperdataan yang menjamin kepastian hukum, meliputi bidang sosial
kemasyarakatan umumnya dan di bidang perekonomian masyarakat khususnya. Bidang
sosial berupa akta pendirian Badan Usaha Milik Swasta seperti yayasan
(stichting), perkumpulan (kongregasi), peguyuban, Lembaga Swadaya masyarakat
(LSM), Firma (Fa), Comanditaire Venoostchap (C.V.), Perseroan Terbatas (PT)
Sebagai lembaga atau institusi bisnis yang bertujuan memperoleh keuntungan
maksimal, badan usaha memiliki fungsi atau peranan sebagai fungsi komersial dan
fungsi sosial yang diharapkan mampu mendorong, menggerakkan, dan mengendalikan
berbagai kegiatan pembangunan di bidang perekonomian nasional terutama dalam
bidang hukum bisnis yang mampu membantu meningkatkan perekonomi nasional, meningkatkan penerimaan devisa
negara dari perusahaan swasta yang melakukan kegiatan ekspor dan impor,
membantu pemerintah mengusahakan kegiatan produksi dalam rangka meningkatkan
kemakmuran masyarakat, meningkatkan lapangan kerja untuk mengatasi
pengangguran, membantu pemerintah meningkatkan penerimaan negara melalui
berbagai pajak, membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi
anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosialnya, berperan serta secara aktif dalam upaya
mempertinggi kehidupan manusia dan masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat
sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi
sebagai soko gurunya dan berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian
nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi.
Oleh karena itu peran notaris sangat penting dalam
memberikan kepastian hukum terhadap pendirian maupun segala kegiatan yang
dilakukan oleh badan usaha karena hanya melalui akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat
yang berwenang yang pada
hakekatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para
pihak kepada notaris yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin
kepastian hukum, yang diberikan wewenang oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan
kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum, tetapi juga karena dikehendaki
oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak
demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan,
sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.
Komentar
Posting Komentar