URAIAN SINGKAT PELAKSANAAN PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA (PMPJ) DALAM PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS
URAIAN SINGKAT PELAKSANAAN PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA
JASA (PMPJ) DALAM PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS
sosialisasi pengawasan terhadap penerapan prinsip mengenali
pengguna jasa oleh notaris
diselenggarakan oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kantor Wilayah Nusa Tenggara Timur pada RRI
Kota Kupang dan Rakor Majelis Pengawas Notaris Wilayah Nusa Tenggara
Timur
LATAR
BELAKANG PERATURAN PMPJ
Latar
belakang dari munculnya PMPJ ini adalah sesuai dengan kebijakan pemerintah dimana Indonesia ingin menjadi salah satu
Negara anggota dari organisasi antar pemerintah yaitu Kelompok Kerja Aksi
Keuangan untuk Pencucian Uang atau Financial
Action Task Force (FATF) yang beranggotakan Negara-negara yang bebas dari
pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme. Untuk menjadi anggota
pada FATF tentunya ada syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi anggota
dari FATF. Syarat tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 17
yang mengatur mengenai Pihak Pelapor. Dalam ayat (2) pasal tersebut menyatakan
bahwa ketentuan mengenai pihak pelapor diatur dengan peraturan pemerintah dan
Pasal 18 ayat (2) menyatakan bahwa pihak pelapor wajib menerapkan prinsip
mengenali pengguna jasa.
Peraturan
pemerintah yang mengatur mengenai notaris sebagai pihak pelapor yang wajib
menerapkan PMPJ adalah Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015, Pasal 2 dan Pasal
3 menyatakan bahwa Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang 8
Tahun 2010 salah satunya adalah notaris. Kewajiban Penerapan PMPJ dalam
Undang-undang tersebut juga ditegaskan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor
43 Tahun 2015 sebagaimana diatur dalam Pasal 4 yang menyatakan bahwa Pihak
Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah
wajib menerapkan PMPJ. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut Kementrian
Hukum dan HAM RI mengeluarkan regulasi Penerapan PMPJ[1]
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9
tahun 2017 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris.
Dari
PERMENKUMHAM tersebut, Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM RI telah
mengeluarkan Surat Edaran Nomor AHU.UM.01.01-1232 Tentang Panduan Penerapan
Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris dan Surat Edaran Nomor AHU.UM.01.01-1239
Tentang Panduan Pengawasan Kepatuhan Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
dan Pelaporan ke PPATK bagi Notaris.
PENERAPAN
PMPJ OLEH NOTARIS
Pasal 2 ayat (1)
PERMENKUMHAM 9 Tahun 2017 menyatakan bahwa notaris wajib menerapkan PMPJ yang
memuat paling sedikit Identifikasi, verifikasi dan pemantauan transaksi
pengguna jasa.
Dalam Pasal 2
ayat (3) PERMENKUMHAM 9 Tahun 2017 menyatakan bahwa penerapan prinsip mengenali
pengguna jasa berlaku bagi notaris dalam
memberikan jasa berupa mempersiapkan dan melakukan transaksi untuk kepentingan
atau untuk dan atas nama pengguna jasa.
Dari ketentuan
tersebut maka dapat diartikan bahwa sepanjang notaris membuat akta sesuai
dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam UUJN maka notaris belum dapat menerapkan
PMPJ.Notaris melakukan PMPJ apabila memberikan jasa diluar dari
kewenangannya.Sebagai contoh notaris membantu dalam pengurusan perijinan usaha
suatu badan hukum/ badan usaha.[2]
Oleh karena itu
notaris dalam menerapkan PMPJ harus dapat membedakan kapan diterapkan PMPJ dan
kapan belum diterapkannya PMPJ. PMPJ mulai dijalankan sebelum, saat dan sesudah
notaris bertindak untuk kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna jasa,
dengan demikian :
-
Apabila notaris bertindak dalam jabatan (sesuai UUJN dan Peraturan
Perundangan lainnya) maka dikenal adanya :
a.
kewajiban menerapkan prinsip mengenal penghadap;
b.
menjaga rahasia Jabatan;
c.
belum ada kewajiban PMPJ dan LTKM. Namun;
-
Apabila notaris bertindak diluar
jabatan (memberi jasa lainnya dan/ atau ada hubungan kontraktual dengan
pengguna jasa) maka
a.
wajib menerapkan PMPJ,
b.
tidak ada kewajiban menjaga rahasia; dan
c.
terdapat kewajiban LKTM (melalui GRIPS).
Tindakan notaris diluar dalam jabatannya atau
memberi jasa lainnya sebagai contoh pembayaran pajak, pengurusan perijinan.
Bahwa perlu
diketahui Kementrian Hukum dan HAM, Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia
(INI) dan PPATK telah mengadakan pertemuan dalam rangka menyamakan persepsi
mengenai penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) oleh notaris. Hasil
pertemuan tersebut melahirkan suatu kesepakatan bahwa notaris dalam menerapkan
PMPJ dilakukan pada saat notaris bertindak untuk kepentingan atau untuk dan
atas nama pengguna jasa dengan cara mengisi formulir CDD, melakukan verifikasi
dan pemantauan transaksi. Jadi apabila notaris hanya membuat akta maka belum
diterapkan PMPJ.[3]
Adapun tidakan
notaris yang dapat di kategorikan sebagai bertindak untuk dan atas nama
pengguna jasa :
§ Tindakan
berdasarkan surat kuasa khusus maupun umum;
§ Menyiapkan
dokumen dan data pendukung transaksi, baik dalam bentuk elektronik maupun
bentuk lainnya yang membuktikan terjadinya suatu transaksi;
§ Melakukan
penyimpanan asset milik pengguna jasa;
§ Melaksanakan
pembayaran pajak pembelian dan penjualan atas nama dan berdasarkan permintaan
pengguna jasa;
§ Melaksanakan
roya, peningkatan hak dan penurunan hak untuk kepentingan pengguna jasa.
Dalam Pasal 2
ayat (4) menyatakan secara eksplisit bahwa kewajiban menerapkan PMPJ dilakukan
pada saat :
1.
Melakukan
hubungan usaha dengan pengguna jasa;
2. Notaris
meragukan kebenaran informasi yang dilaporkan pengguna jasa.
3. Terdapat
transaksi keuangan mencurigakan yang terkait TPPU dan TPPT.
4.
Terdapat
transaksi keuangan dengan mata uang rupiah dan/ atau mata uang asing yang
nilainya atau setara dengan Rp. 100 juta rupiah.
Yang dimaksud
dengan Pasal 2 ayat (4) huruf a yang menyatakan “melakukan hubungan usaha dengan pengguna jasa” menurut Andi
Yulia HertatyadalahJasa
yang dimaksud berupa mempersiapkan dan melakukan transaksi untuk kepentingan
atau untuk dan atas nama pengguna jasa. Contoh Notaris diberikuasa oleh
pengguna jasa untuk melakukan pencaftaran badan hukum, pembayaran pajak atas
jual beli tanah dan lain-lain.[4]
Dengan demikian bahwa hubungan usaha tidak dapat diartikan bahwa apabila
masyarakat datang membuat akta di kantor notaris maka notaris telah melakukan/
terdapat hubungan usaha dengan pengguna jasa, yang dimaksud dengan hubungan
usaha adalah notaris benar-benar mempunyai hubungan usaha lain/ jasa lain
diluar dari kewenangan membuat akta.
Terkait dengan
Pasal 2 ayat (4) huruf b “terdapat nilai
transaksi yang nilainya atau setara dengan Rp. 100 Juta” sebagai contoh
Tuan A dan Tuan B sepakat untuk melakukan jual beli tanah pekarangan dengan
harga Rp. 150 juta dan telah melakukan pembayaran diluar kantor notaris dan
sebagai tanda bukti pembayarannya dibuatkan kwitansi kemudian diberikan kepada
notaris sebagai salah satu syarat pembuatan akta. Dari kesepakatan tersebut
akan dilakukan proses balik nama sertifikat namun belum dapat dilaksanakan
akibat dari sertifikat masih harus di lakukan Roya. Kemudian datang menghadap
notaris untuk membuat akta perikatan jual beli.Yang menjadi pertanyaannya
apakah notaris sudah dapat menerapkan PMPJ?
Bahwa dari
penjelasan kasus tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa nilai/ jumlah uang
hasil kesepakatan yang telah dibayarkan dan akan dituangkan dalam akta
pengikatan jual beli bukan merupakan obyek dari Pasal 2 ayat (4) huruf b
tersebut sehingga notaris belum dapat menerapkan PMPJ. Kecuali Tuan A tersebut
menitipkan uang jual beli tanah kepada notaris dan notaris yang melakukan
transaksi jual beli tanah dengan Tuan B barulah notaris menerapkan PMPJ Pasal 2
ayat (4) huruf b tersebut karena tindakan notaris tersebut masuk dalam kategori
bertindak untuk dan atas nama pengguna jasa artinya nilai transaksi tersebut
tidak dapat dikaitkan dengan nilai dalam akta.
Dalam hal
notaris menyiapkan dokumen dalam rangka pembuatan akta otentik tidak biasa
dikatakan bahwa notaris telah memberikan jasa kepada penghadap/ pengguna jasa,
yang dimaksud dengan menyiapkan dokumen adalah ketika notaris menyiapkan
dokumen yang bukan merupakan akta notariil (surat/ akta dibawah tangan) yang
kemudian dilegalisasi oleh notaris. Dengan demikian notaris menyiapkan dokumen
yang berupa akta otentik belum dapat menerapkan PMPJ/ Pengisihan formulir CDD
oleh pengguna jasa, pengisihan formulir CDD oleh pengguna jasa dilakukan
apabila notaris menyiapkan dokumen bukan akta kepada pengguna jasa karena hal
tersebut masuk kategori bertindak untuk kepentingan dan atas nama pengguna
jasa.
PMPJ diluar dari
pembuatan akta, namun dalam rangka mendapatkan data dari penghadap/ melakukan
identifikasi dengan baik maka tidak ada salahnya notaris menerapkan Formulir
CDD yang merupakan bagian dari mempersiapkan diri untuk penerapan PMPJ apabila
pengguna jasa mau melanjutkan perbuatan hukum lanjutan dari akta tersebut.
TAHAPAN
PMPJ OLEH NOTARIS
Yang termasuk dalam lingkup PMPJ tersebut di atas, pengguna jasa wajib untuk mengisi formulir Customer due diligence (CDD) sebagai bukti bahwa PMPJ telah diterapkan oleh notaris yang bertindak untuk kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna jasa.
Dalam
pelaksanaan pembuatan akta dikenal dengan adanya pra pembuatan akta, pembuatan
akta dan pasca pembuatan akta.
Pra pembuatan akta
sebenarnya
notaris telah melakukan identifikasi terhadap para penghadap/ para pihak atas
dokumen-dokumen terkait pembuatan akta, dengan kata lain regulasi identifikasi
PMPJ sebagaimana dimaksud dalam permenkumham terkait PMPJ sudah diterapkan
terlebih dahulu oleh notaris dalam pembuatan akta karena dalam pelaksanaan
tugas jabatannya dikenal adanya prinsip mengenal penghadap oleh notaris.[5]Dalam
identifikasi ini notaris tidak mempunyai kewajiban/ kewenangan untuk mencari/
menentukan kebenaran materil dari data maupun dokumen yang disampaikan kepada
notaris sebagai dasar pembuatan akta.
Pembuatan Akta
Pembuatan
akta merupakan ikutan dari Pra pembuatan akta.Dalam pembuatan akta notaris
belum dapat menerapkan PMPJ karena pembuatan akta merupakan kewenangan notaris
dalam UUJN.
Pasca Akta
Pasca
akta adalah pemberian jasa lain diluar kewenangan sebagai notaris setelah
pembuatan akta. Dalam hal ini ketika notaris memberikan jasa lain diluar dari
kewenanganya maka notaris wajib menerapkan PMPJ yaitu dengan cara mengisi
formulir CDD, melakukan identifikasi, verifikasi dan pemantauan transaksi dari
pengguna jasa.
Alur
penerapan PMPJ oleh Notaris
Yang dimaksud dengan Identifikasi, Verifikasi dan Pemantauan yaitu :
1.
Identifikasi yaitu pengumpulan informasi dan dokumen pengguna jasa;
2.
verifikasi yaitu meneliti informasi dan dokumen yang diberikan pengguna
jasa dan melakukan pertemuan langsung dengan pengguna jasa bukan menjamin
kebenaran materil dari dokumen pengguna jasa.
3.
pemantauan transaksi yaitu mengetahui kesesuaian transaksi yang
dilakukan dengan profil pengguna jasa.
Penerapan PMPJ dilakukan melalui pengisihan formulir CDD oleh pengguna jasa yang terdiri dari form perorangan, form korporasi dan form perikatan lainnya yang terdiri dari informasi-informasi sebagai berikut :
Bahwa selain pengisihan formulir CDD tersebut notaris
wajib melakukan penilaian resiko dan pengelompokan pengguna jasa berdasarkan
tingkat resiko terjadinya TKM.
PELAPORAN
Notaris sebagai pihak pelapor TKM sebagaimana telah
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tidak secara otomatis
menjadi pihak pelapor, artinya tidak semua tindakan dari notaris akan
menjadikannya sebagai pihak pelapor. Sepanjang notaris menjalankan jabatan
sesuai kewenangan dalam UUJN maka kewajiban LTKM tersebut tidak berlaku bagi
notaris kecuali notaris memberikan jasa lain diluar dari kewenangannya.
Adapun syarat untuk notaris dapat menjadi pihak pelapor :
1.
Notaris bertindak sebagai Pemberi Jasa untuk Pengguna Jasa.
2.
Ada hubungan usaha antara Notaris (selaku Pemberi Jasa) dengan Pengguna
Jasa (bersifat kontraktual); dan
3.
Bertindak untuk kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna jasa.
Apabila tindakan notaris tersebut memenuhi syarat di atas
maka notaris wajib menerapkan PMPJ dengan cara mengisi form identifikasi,
verifikasi dan pemantauan. Apabila notaris menemukan adanya Transaksi Keuangan
Mencurigakan (TKM) atau meragukan kebenaran informasi pengguna jasa maka
notaris wajib melakukan pemutusan hubungan dengan pengguna jasa dan melaporkan
kepada PPATK melalui aplikasi Gathering Reports & Information Processing
System(GRIPS)
atau dengan kata lain LTKM.Adapun tindakan lain
yang dapat mengakibatkan notaris menjadi pihak pelapor TKM adalah notaris
membuka rekening anonym atau rekening yang menggunakan nama fiktif.[6]
Pelaporan
atas TKM kepada PPATK menjadi bahan perdebatan di kalangan notaris bahwa apabila
notaris melaksanakan pelaporan kepada PPATK maka notaris telah melanggar
kewajiban dan sumpah janji jabatan dalam UUJN yang disebabkan karena pelaporan
tersebut telah membocorkan rahasia dokumen akta.
Perlu untuk
ditegaskan bahwa notaris dalam menerapkan PMPJ dan melakukan pelaporan kepada
PPATK tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap UUJN terkait
kewajiban dan sumpah janji jabatan karena yang dilaporkan oleh notaris adalah
tindakan diluar pelaksanaan jabatan yang tindakan tersebut adalah tindak untuk
kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna jasa.
KEHATI-HATIAN
NOTARIS DALAM PENERAPAN PMPJ
Bahwa dalam
pelaksanaan penerapan PMPJ oleh notaris dengan mengisi formulir CDD oleh
pengguna jasa, notaris wajib menerapkan prinsip kehati-hatian sehigga tidak
melanggar ketentuan Anti-Tipping Offsebagaimana
diatur dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010
“Pihak Pelapor dilarang
memberitahukan kepada pengguna jasa atau pihak lain, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dengan cara apapun mengenai laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK”
ketentuan dalam ayat tersebut
dimaksudkan agar Pengguna Jasa tidak memindahkan harta kekayaannya sehingga
mempersulit penegak hukum untuk melakukan pelacakan terhadap pengguna jasa dan
harta kekayaan yang bersangkutan.[7]
PENGAWASAN
KEPATUHAN NOTARIS
Pengawasan
kepatuhan notaris adalah pengawasan yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai
dan/ atau memastikan kepatuhan notaris dalam memenuhi ketentuan PMPJ dan/ atau
kewajiban pelaporan kepada PPATK.
Pengawasan
kepatuhan tersebut dilakukan oleh Tim Pengawasan yang berasal dari Direktorat
Perdata Ditjen AHU dan Majelis Pengawas Notaris dan tidak menutup kemungkinan
dalam hal yang diperlukan dapat dilakukan bersama-sama dengan PPATK.
Pengawasan
kepatuhan atas penerapan PMPJ dilakukan untuk menilai dan/ atau memastikan
kepatuhan terhadap notaris dalam memenuhi ketentuan PMPJ yang didasarkan pada
hasil pengujian dan penerapan PMPJ.
Adapun
kewenangan dari tim pengawas sebagai berikut :
1. Meminta
dokumen yang dimiliki, dikuasai, dan/ atau dikelola oleh notaris termasuk hak
akses terhadap sistem informasi dan berbasis data;
2. Meminta
keterangan kepada notaris;
3. Memasuki
pekarangan, lahan,gedung atau property yang dimiliki dikuasai dan/ atau
dikelola oleh notaris.
Dengan demikian
maka apabila notaris dalam pelaksanaan jabatannya memberikan jasa lain kepada
para pihak/ penghadap/ pengguna jasa baik kedudukan notaris bertindak untuk dan
atas nama pengguna jasa maupun jasa lain yang diberikan notaris kepada pengguna
jasa wajib menerapkan PMPJ dengan tata cara identifikasi, verifikasi dan
pemantauan, yang kemudian menyimpan dan memelihara segala dokumen terkait
pengguna jasa tersebut selama jangka waktu 5 (lima) tahun.
[1].
Prinsip ini dilaksanakan dalam rangka memudahkan notaris untuk mendeteksi
kemungkinan adanya transaksi mencurigakan ataupun penggunaan jasa notaris oleh
pihak-pihak tertentu dalam rangka modus
pengkaburan asal usul tindak pidana. Adapun salah satu metode TPPU yang
dapat dilakukan oleh pelaku tindak pidana melalui jabatan Notaris adalah
menggunakan harta kekayaan yang tidak mudah terdeteksi (jual beli tanah, jual
beli saham perusahaan).
[2][2].Menurut Santun Maspari Siregar Direktur Perdata
Dirjen AHU menyatakan bahwa “tidak semua perbuatan hukum itu wajib diisi
fom Costumer Due Daligence (CDD).
Yang disampaikan pada sosialisasi yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat
Ikatan Notaris Indonesia, https://www.youtube.com/watch?v=HHTRs7nTBNk
Menurut Andi Yulia Hertaty dari Subdit Notariat Penerapan PMPJ dilakukan
bukan pada saat notaris membuat akta melainkan pada saat notaris bertindak
untuk kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna jasa sehingga fom Costumer Due Daligence (CDD) diisi oleh
pengguna jasa apabila notaris bertindak untuk dan atas nama pengguna jasa.
https://www.youtube.com/watch?v=M5MhAYnuWos
[3]. dalam pertemuan
tersebut juga ditegaskan bahwa jika Notaris bertindak selaku pemberi jasa, di
luar pelaksanaan kewenangan selaku Notaris, maka Notaris wajib menerapkan PMPJ
dengan cara mengisi formulir CDD yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Hukum
dan HAM RI selaku LPP bagi
Notaris.https://ini.id/post/ini-menghadiri-untuk-menyamakan-persepsi-mengenai-penerapan-prinsip-mengenai-pengguna-jasa-pmpj-oleh-notaris-dan-pengisian-formulir-terkait-pemenuhan-pmpj-tersebut-sebagaimana-dimaksud-oleh-pp-no.-43-tahun-2015-dan-permenkumham-no.-9-tahun-2017-bersama-ditjen-ahu-dan-ppatk
[4]. Materi Sosialisasi Andi Yulia Hertaty dari Subdit Notariat, Op.Cit
[5].Prinsip mengenal
penghadap oleh notaris adalah kenal secara pribadi, kenal berdasarkan tanda
pengenal tertulis atau kenal karena diperkenalkan oleh 2 orang saksi pengenal
atau 2 penghadap lainnya.
[6].Pasal 5 PERMENKUMHAM
9 Tahun 2017
[7]. Penjelasan Pasal 12
ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
Komentar
Posting Komentar